Astiku Bukan Astuti
Rida Rahmawati
Sahabat
atau mungkin kebanyakan orang mengucapkan dengan kata teman dekat. Faktanya, kita
menganggapnya sahabat karena dia selalu ada saat duka maupun senang, nyambung
saat curhat, mau disuruh sana sini, bermain seakan semuanya adalah untuk dia
dan kita tapi sahabat bukan seperti itu seharusnya. Sahabat itu adalah ? adalah
dia yang membuat kamu nyaman dan tentram saat kamu merasa bahwa diri kamu
sendiri tidak bisa merasakan kapan terakhir kali kau merasa nyaman.
Ya, aku menemukannya. Dia seorang wanita,
mungkin bagi saya dia bukan wanita tapi perempuan perkasa yang mempunyai baja
lembek yang sangat bodoh untuk dipertunjukan. Namanya asti purnama sandy, entahlah benar atau tidak
dengan namanya yang pasti namanya asti bukan astuti. Awalnya aku kira dia orang
sombong, bukan jutek tapi sombong ! sekarang bayangin aja, kalau misalnya ada
wanita tercantik satu sekolahan. Pasti sifatnya gak jauh ke glamour, suka main
geng, atau dandan seperti kena tonjokan merona dipipinya. Semua orang menyangka
asti ini seperti itu, sampai sepertiga perempuan di sekolahku pada sirik
dengannya. Menurutku bukan karena cantiknya, mungkin karena dia berstatus
hubungan dengan laki-laki yang diincar oleh perempuan-perempuan nona sirik itu.
Tapi aku tau dirinya yang sesungguhnya semenjak aku bertemu dengannya di kantin
waktu itu.
Sebut saja makanan favorite sekolahan itu mang
engkos. Disinilah aku bertemu dengannya, asti, Bukan astuti ingat! Sederhana
sebenernya untuk mengetahui sifat aslinya, aku beli bakso dan dia memberikan
sendok plus dengan pasangan hidupnya yaitu garfu kepadaku karena susah untuk
dijangkau. Seperti halnya, kamu merangkak lalu ibumu mengangkatmu dan
menggendong badanmu yang susah berjalan. Bukankah itu sangat membantu dan
tersentuh hati ? tidak, aku tidak munafik untuk ini. Aku menyukainya..
“Rid, tau gak? Di facebook asti yang pacarnya
kaka keceh itu sombong banget loh” dengan suara manja gaya anak ABG, temanku
menyampaikannya ketelingaku. Dalam hati sih cuma berpikir “ini mana yang bener,
hati aku yang menganggapnya baik atau temanku yang sudah lama denganku
menganggapnya salah”
Bukan untuk ikut menjadi terpopuler di sekolahan
atau pencitraan diri, tapi rasa ingin tau yang mendalam untuk tau siapa sih dia
itu sampai menjadi trending topic para bigos-bigos kompor gas itu. Aku
mendekatinya dengan mengomentari status updatenya di situs jejaring sosial. Yah
dimulai dengan mengucapkan kaka dan adek pada awal pengenalan. Sedikit memuji
untuk bisa lebih akrab misalnya mengucapkan kalimat so akrab di komentarnya “ih
kaka cantik banget sih, kelas apa ka?” yeela kalau sekarang aku masih gitu
untuk waktu sekarang, mungkin aku sudah mengenakan skiny jeans di tugu
pancoran.
Singkat nya aku ketemu, lewat, sapa senyum so
kenal so akrab somplak somper gitu dengan Astuti, eh asti bukan astuti. Hanya
saja saat dia tau rasa hati aku kesiapa, disini dia mulai membuatku merasakan
nyaman. Bukan sarannya yang aku dengar tapi hati mendengar bahwa ini sebuah
rasa yang ikhlas untuk kau perdengarkan. Saat dia melontarkan kata itu seperti
berbisik “rida, taukah kamu? Kamu lebih kuat dari yang kamu tau dan kamu lebih
berani dari yang kamu bayangkan” entahlah apa ini, otakku terkuras dengan semua
hipnotisnya. Tidak luput juga dari pandangan teman-teman mulai menjauh karena
aku dekat dengan yang mereka selalu kompor gas. Aku bukan tidak solider tapi
ini jiwa saya, dengan mu begini dan dengannya begini.
saat teman yang aku pikirkan teman tapi itu
pikiran salah mulai menjauh, aku pun mulai merangkak menjadi dewasa.
Meninggalkan sekolah dengan segunung mimpi yang ingin ku capai. Bodoh! Asti
tetap mengingatnya, orang yang selalu aku rindukan. Dengan entengnya dia
memberikan ocehan-ocehan untuk membuat aku tidak memikirkannya. Aku tau aku
bodoh asti tapi bisakah hatiku ini aku yang bergerak sendiri? Okelah untuk
kenyamanan ini tapi bukankah kau merasakan cinta, dan aku?
Menakjubkan bukan sihir atau sulap, omongan
asti yang sebelumnya mengoceh pikiranku terjadi. Orang yang selama ini aku
tunggu, orang yang selama ini aku selalu pedulikan ternyata telah berpaling
dari pandanganku. Ingin rasanya aku dibahumu asti, tapi gelas ini lebih dulu
mendekatiku untuk aku pecahkan. Arrgggghh Mungkin saat ini asti yang aku
butuhkan tuhan.
“asti, dia menyakitiku. Bisakah kau membuatnya
tau kesakitan ini? Tidak apa jika dia memang bukan untukku. Tapi kau tau
keinginanku? Aku ingin dia tau aku asti, aku ! aku yang selalu menunggunya, aku
yang selalu memperhatikannya di pojokan pintu, aku yang selalu melihatnya di
parkiran, aku yang selalu kepo untuk semua jejaring sosialnya, aku asti aku.
Bisakah dia tau aku? Tapi mungkin kau benar. Bukan karena dia tapi karena aku!
Aku yang terlalu kegeeran, merasakan semuanya
seakan aku yang tersiksa. Padahal faktanya memang dia tidak peduli denganku”
Aku tidak peduli dengan telingamu asti, aku
akan terus mengoceh sampai aku merasakan lega. Kau itu lucu, mengatakan aku
bodoh tapi kau sendiri bodoh mendengarkan orang bodoh mengoceh kepadamu.
Entahlah berapa duit jika aku konsultasi ke psikolog tapi yang pasti kau
psikolog yang tuhan berikan untuk menemaniku. Bedanya, tuhan membuat malaikat
dengan simbol sayap. Tapi kau tak perlu itu! Tanpa sayap pun kau sudah jadi
malaikat untukku.
@Rydakiko
uuuu hahaha ini bukan peres kan yah?
BalasHapusPeres itu apa sih ?
BalasHapus